Jurus ‘Bunshin’ Parpol: Memahami Fenomena Koalisi di Politik Indonesia

Di dunia politik Indonesia, ada satu “jutsu” yang seringkali membuat kita geleng-geleng kepala: koalisi politik. Mirip seperti jutsu bunshin no jutsu (teknik seribu bayangan) ala Naruto, partai-partai yang tadinya “berantem” habis-habisan bisa tiba-tiba bersatu membentuk koalisi raksasa. Kok bisa?

Fenomena ini adalah bagian tak terpisahkan dari dinamika demokrasi kita. Koalisi bukan sekadar perkumpulan biasa, tapi strategi kompleks yang memengaruhi arah kebijakan, alokasi kekuasaan, hingga nasib bangsa. Mari kita bedah jurus bunshin partai politik ini, selayaknya memahami strategi ninja di balik aliansi desa!


1. Koalisi: Bukan Sekadar Kawin Paksa, tapi Kebutuhan Politik

Secara sederhana, koalisi politik adalah kerja sama antara dua partai politik atau lebih untuk mencapai tujuan bersama, seringkali terkait dengan pembentukan pemerintahan atau pencalonan dalam pemilihan umum. Di Indonesia, sistem multipartai kita yang beragam membuat koalisi menjadi sebuah keharusan.

Menurut Dr. Siti Zuhro, seorang peneliti senior dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang kini menjadi bagian dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), koalisi di Indonesia cenderung bersifat ad hoc atau pragmatis, terbentuk berdasarkan kepentingan sesaat, terutama menjelang Pemilu. Tujuannya jelas: memenuhi ambang batas pencalonan (presidential threshold) atau ambang batas parlemen, serta memperbesar peluang kemenangan. Jadi, ini bukan soal cinta, tapi lebih ke “kebutuhan biologis” politik untuk bertahan dan berkembang.


2. Jurus ‘Fusi’ Kekuatan: Kenapa Koalisi Penting?

Ada beberapa alasan mengapa partai-partai rela “berfusi” dan membentuk koalisi:

  • Mencapai Presidential Threshold: Tanpa koalisi, partai kecil sulit memenuhi syarat untuk mengusung calon presiden dan wakil presiden. Ini adalah “gerbang” utama menuju kekuasaan eksekutif.
  • Memperbesar Kekuatan di Parlemen: Dengan berkoalisi, jumlah kursi di legislatif bisa bertambah, memudahkan pengesahan undang-undang atau kebijakan yang diinginkan. Ibaratnya, punya lebih banyak ninja yang satu suara saat rapat desa.
  • Pembagian Kekuasaan dan Sumber Daya: Koalisi juga tentang bagi-bagi “jatah” kekuasaan, seperti posisi menteri, kepala daerah, atau jabatan strategis lainnya. Ini adalah imbalan atas dukungan yang diberikan.
  • Legitimasi dan Stabilitas Pemerintahan: Koalisi yang kuat bisa memberikan legitimasi dan stabilitas bagi pemerintahan terpilih, karena memiliki dukungan mayoritas di parlemen. Pemerintahan jadi tidak mudah digoyang seperti shuriken yang salah lempar.

3. Dinamika ‘Chakra’ Koalisi: Tantangan dan Risiko

Meskipun penting, koalisi juga punya tantangan, lho!

  • Kepentingan Berbeda: Menggabungkan beberapa partai dengan ideologi atau kepentingan yang berbeda bagaikan menyatukan beberapa klan ninja yang punya jutsu masing-masing. Kompromi seringkali diperlukan, dan tak jarang terjadi gesekan yang bisa berujung pada pecahnya koalisi.
  • Stabilitas yang Rentan: Koalisi yang dibangun di atas kepentingan sesaat bisa rapuh. Jika ada partai yang merasa tidak mendapatkan “jatah” sesuai harapan, mereka bisa saja menarik diri dan membuat pemerintahan jadi tidak stabil. Mirip ninja yang tiba-tiba berkhianat di tengah misi.
  • Kekuatan Oposisi yang Melemah: Jika koalisi yang berkuasa terlalu dominan, peran oposisi bisa melemah. Ini kurang baik untuk check and balance dalam demokrasi, karena pengawasan terhadap pemerintah jadi berkurang.

4. Mengamati Jurus ‘Pembelah Diri’: Koalisi Jelang dan Pasca Pemilu

Pola koalisi di Indonesia seringkali unik. Sebelum Pemilu, koalisi dibentuk untuk mencalonkan kandidat. Setelah Pemilu dan terpilihnya presiden, koalisi bisa berubah lagi. Ada partai yang tadinya oposisi mendadak merapat ke koalisi pemerintah, atau sebaliknya. Ini seperti bunshin yang tiba-tiba mengubah aliansinya.

Fenomena ini menunjukkan pragmatisme politik yang tinggi, di mana kepentingan untuk berkuasa seringkali menjadi faktor utama. Sebagai warga Konoha yang kritis, kita perlu memahami bahwa politik itu dinamis, dan tidak semua “permusuhan” abadi.


Koalisi: Bukan Sekadar Angka, tapi Jaringan Kekuasaan

Memahami koalisi politik membantu kita melihat gambaran besar bagaimana kekuasaan itu bekerja di Indonesia. Ini bukan sekadar tentang partai yang menang, tapi juga bagaimana mereka membentuk aliansi untuk mengelola negara. Jadi, jangan heran kalau nanti ada “ninja” yang dulu musuh bebuyutan, tiba-tiba akur di dalam satu “tim” yang sama. Itulah jurus bunshin politik!


Referensi Tambahan

  • Zuhro, Siti. (2018). Demokrasi dan Parpol di Indonesia: Prospek dan Tantangan. Jurnal Penelitian Politik LIPI (atau artikel/buku relevan lainnya dari LIPI/BRIN). (Untuk konsep koalisi pragmatis dan kebutuhan ambang batas).
  • Syamsuddin, Syamsuddin. (2011). Partai Politik dan Sistem Pemilu di Indonesia: Pergulatan Demokrasi. Jakarta: RajaGrafindo Persada. (Untuk dinamika koalisi dan sistem multipartai).
  • Undang-Undang terkait Pemilihan Umum (misalnya, UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu) untuk Presidential Threshold.

1 komentar untuk “Jurus ‘Bunshin’ Parpol: Memahami Fenomena Koalisi di Politik Indonesia”

Tinggalkan Balasan ke Reyhan Batalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top